BIARKAN DIA TERBANG
Jam istirahat masih tersisa. Seorang anak dengan wajah sumringah memasuki ruang kelas. Tangannya menggenggam sesuatu lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah yang terletak di kursi paling belakang.Bait kata yang sedang kutulis mendadak terhenti. Rasa ingin tahu dan curiga menyuruhku menunda aktifitas. Kusimpan penaku yang sejak tadi menari-nari di atas kertas.Ruangan kelas yang semula hening, tiba tiba menjadi riuh oleh suara anak-anak.
Segudang tanya di benakku memaksa untuk bertanya. “Apa yang kamu masukkan ke dalam tas,Nak?"."Burung Buuu...!" Riyan menemukannya di halaman belakang..., bagus burungnya Bu...!" anak-anak menjawab bersahutan.
"Bagaimana mungkin dia memasukkan seekor burung ke dalam tas, burung itu bisa mati...," batinku. “Riyan...,boleh Ibu lihat burung itu, Nak?" tanyaku sambil menghampirinya.
Dengan wajah ragu, anak yang kupanggil Riyan menganggukkan kepalanya sambil berusaha mengambil sesuatu dari dalam tasnya, tetapi sayang tidak berhasil.Tiba-tiba,burung itu terbang mengitari ruang kelas seakan mencari celah untuk melarikan diri. Anak anak kembali riuh. Ada yang tertawa-tawa ada juga yang berusaha menangkap burung itu dengan berlari kecil mengikuti ke mana arah ia terbang. Apa boleh buat, kucoba pula mengejar dan menangkapnya dibarengi tawa anak anak yang begitu riang seolah sedang melihat pertunjukan sirkus gratis.
Tak berselang lama, akhirnya paruh burung malang itu membentur kaca jendela hingga tubuhnya terjatuh dan menggelepar di lantai.Segera kuraih tubuh mungilnya dan kugenggam dengan sedikit erat agar tak kembali terbang. Akhirnya tubuh imut itu berada di genggaman tanganku.Sudah kuduga,benar... ia mulai meronta berusaha membebaskan dirinya, lalu terdiam. Mungkin tak sanggup lagi untuk membebaskan diri, atau...mungkin juga merasa nyaman di genggaman tanganku. Entahlah...
Tersirat pesan dari insting seekor burung yang tersesat ke wilayah teritorial manusia,berusaha menyelamatkan diri dari situasi yang dianggapnya zona berbahaya."Tenang...,kamu aman di tanganku...,"bisikku. Diam- diam kuamati tubuhnya yang imut. Tampak paruhnya yang panjang,bulunya berwarna biru berpadu hitam,sungguh memiliki keindahan tersendiri.
Ayo,kita lepaskan burung cantik ini!”kataku sambil bergegas ke luar ruangan. “Jangan, Bu...,bawa saja ke rumah Ibu..., masukkan ke dalam sangkar!" kata seorang anak merajuk.”Tidak boleeh...,biarkan burung ini hidup bebas bersama ayah ibunya,coba...siapa yang mau dikurung seperti burung ini?” aku balik bertanya.Anak- anak riuh menjawab,"Tidak mau Buuu...!"
Hangat matahari pagi masih tersisa. Langit tampak biru nirmala berselimut awan tipis. Dalam hitungan detik, burung itu kulepaskan dari genggaman. Dengan sigap ia terbang mengepakkan sayapnya di atas pucuk-pucuk bambu nan gemulai ditiup angin, di bawah langit biru yang menyambutnya dengan ramah. Menjauh...semakin jauuuh... menghilang di ujung pandangan.
Cahaya matahari semakin meraja. Rasa lega memenuhi rongga dadaku. Pembelajaran hari itu sungguh luar biasa. Mencintai bukan berarti menguasai. Memberi ruang sesuai potensi yang dimiliki adalah cinta yang bijaksana.Agree?
Rajapolah, 070222
Komentar
Posting Komentar