JEJAK HISTORIS PANJALU
Mengunjungi suatu objek wisata selalu meninggalkan kesan tersendiri. Terlebih lagi jika objek wisata tersebut memiliki nilai historis. Nilai historis suatu tempat memiliki beberapa unsur penting antara lain : nama tokoh, tempat, peristiwa dan benda peninggalan bersejarah.Salah satu objek wisata yang memiliki nilai historis adalah objek wisata Panjalu. Selain sangat cocok sebagai tempat wisata karena potensi alamnya yang indah, Panjalu juga memiliki keunggulan dari aspek sejarah dan budaya.
Secara geografis, Panjalu terletak di daerah pegunungan antara Gunung Sawal dan Gunung Cakrabuana di Kabupaten Ciamis Utara.Daerah yang dilalui dari arah timur Ciamis antara lain daerah Buniseuri, Kawali sampai ke Panjalu dengan jarak sekitar 30 Km.Dari arah barat menuju Panjalu melalui daerah Pagerageung dan Panumbangan. Panjalu merupakan objek wisata yang cukup diminati wisatawan domestik dan termasuk objek wisata unggulan Pemerintah Daerah Ciamis.Suhu udaranya yang sejuk dan pemandangan alamnya yang indah dipadu dengan nilai historisnya, menjadikan objek wisata Panjalu sangat cocok untuk dikembangkan sebagai objek wisata kultural,religius dan rekreatif.
Sejarah Panjalu bersumber dari Babad Panjalu yang disusun oleh Pradjadinata pada tahun 1819 dengan menggunakan Bahasa Sunda Kuno. Menurut arti kata,Panjalu artinya “ perempuan “ . Nama Panjalu merupakan gelar anugrah masyarakat Panjalu kepada raja perempuan yang arif dan bijaksana bernama Ratu Sanghyang Permana Dewi sebagai cikal bakal Kerajaan Galuh dan memiliki keterkaitan sejarah dengan Kerajaan Panjalu. Raja Kerajaan Panjalu yang terkenal karena kesaktiannya adalah Prabu Boros Ngora putra dari Prabu Cakradewa.Dalam Babad Panjalu Prabu Boros Ngora dikenal sebagai penyebar Agama Islam dan Raja Panjalu pertama yang menganut Islam. Konon, Sang Prabu Boros Ngora menimba ilmu di tanah suci Mekah dan setelah menganut Islam dikenal dengan nama Syech Haji Abdul Iman.
Rakyat Panjalu pada waktu itu mayoritas beraktivitas sebagai petani.Panjalu sebagai wilayah agraris sangat membutuhkan air sebagai sumber kehidupan. Prabu Boros Ngora yang sangat peduli kepada rakyatnya kemudian membuat bendungan yang kita kenal dengan nama Situ Lengkong . Seperti disebutkan dalam Babad Panjalu “ Ti dinya ngabangun deui / Damel situ gede pisan / Anu dingaranan Situ Lengkong......”
Situ Lengkong adalah waduk dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Menurut Babad Panjalu, air Situ Lengkong berasal dari air zam – zam yang dibawa oleh Prabu Boros Ngora sepulang dari menimba ilmu di Mekah. Situ Lengkong awalnya merupakan lembah yang dikelilingi bukit bernama Pasir Jambu. Di tengah Situ Lengkong terdapat Pulau Nusa Gede sebagai pusat pemerintahan / keraton Kerajaan Panjalu . Selama pemerintahan Prabu Boros Ngora, rakyat hidup makmur dan sejahtera. Rakyat Kerajaan Panjalu sangat mencintai dan menghormati rajanya. Dijelaskan dalam Babad Panjalu,“ Nu jadi gumantung hate/ Disangga dipupunjung / Tina harja adil binangkit / Pon ka putra putu / Teu aya hinggana / Kasaean mungguh nyepeng abdi leutik / .........”Artinya : Yang dipuja – puja / Yang menjadi buah hati / Dijunjung dan dihormati / Karena tidak kurang sandang pangan serta adil makmur serta pandai / Kepada para pembantu pemerintahannya / Begitu pula kepada putra cucunya / Tidak ada yang menandinginya / Kebaikan selama memerintah rakyat / .............”
Keberadaan Situ Lengkong Panjalu hingga kini sangat menarik wisatawan domestik. Selain sebagai sarana rekreasi pelepas penat di akhir pekan, Panjalu juga seringkali dijadikan tempat ziarah. Tempat yang dianggap keramat di Pulau Nusa Gede berupa makam para leluhur Panjalu. Ada juga benda-benda peninggalan bersejarah.Benda – benda peninggalan bersejarah itu disimpan di "Bumi Alit" antara lain : pedang, tongkat khutbah, pakaian kebesaran, sajadah batu dsb. Selain keindahan alam dan nilai historisnya, Panjalu juga memiliki aneka flora dan fauna. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda Panjalu ditetapkan sebagai Suaka Alam sehingga kelestarian alamnya tetap terjaga. Kelelawar merupakan binatang khas di Nusa Gede. Jika kita mengelilingi Pulau Nusa Gede menggunakan perahu kayuh atau perahu mesin, kita akan melihat kelelawar bergelantungan di pepohonan atau terbang bergerombol di atas Situ Lengkong. Sungguh memberi nuansa keindahan tersendiri bagi para pengunjung. Ekosistem yang terjalin harmonis di Situ Lengkong Panjalu bisa dijadikan sumber inspirasi dalam upaya melestarikan lingkungan alam.
Sejarah suatu tempat, wilayah bahkan suatu bangsa selalu menarik untuk ditelusuri.Sumber sejarah Panjalu berupa Babad Panjalu yang mengandung unsur mitos mungkin tidak dapat sepenuhnya dijadikan standar pembenaran tentang sejarah Panjalu tetapi sangat membantu dalam mengungkap keberadaan Kerajaan Panjalu di masa silam.Sejarah memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena manusia adalah pelaku sejarah itu sendiri. Mengutip pernyataan Abraham Lincoln tentang sejarah “ We can’t escape “, sejatinya kita memang tidak dapat melarikan diri dari sejarah. Sejarah adalah aset yang berharga. Membuang sejarah bagaikan membuang hasil penelitian berharga. Jangan sekali – kali melupakan sejarah ( Ir.Soekarno ).Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari generasi terdahulu***
Ucu Siti Romlah,S.Pd. Menyelesaikan PGSD di IKIP Bandung tahun 1995,S1 di Universitas Terbuka tahun 2007 dan mengajar di SDN 5 Manggungjaya Kec.Rajapolah Kab.Tasikmalaya.Aktif menjadi anggota Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat ( KPPJB ), Rumah seni Asnur ( Perruas ) Jabar.Buku yang pernah ditulisnya antara lain : Buku Antologi Puisi Akrostik Lorong Cinta tahun 2020, Buku Sisindiran Guru Jabar tahun 2020, Buku Antologi Puisi Akrostik Bersatu Melawan Covid tahun 2020, Buku Antologi Puisi Akrostik Likuran Ramadan tahun 2020,Buku Antologi Aksara Berkisah tahun 2021,Antologi Puisi ASEAN tahun 2021. Alamat email ucusitiromlah955@gmail.com. Hp 082119909679.
Komentar
Posting Komentar